Pertimbangan Hakim Terhadap Penangguhan Hak Asuh Anak Pasca Terjadinya Perceraian (Studi Kasus Perkara Nomor 508/Pdt.G/2021/PA.Dum)
DOI:
https://doi.org/10.57113/jaz.v4i1.344Keywords:
Hakim, hak asuh, anakAbstract
Hak asuh anak disebut dengan istilah hadhanah dalam bahasa arab yang artinya mengurus dan membesarkan atau mengasuh anak yang belum mampu mengurus dirinya sendiri. Hadhanah berasal dari kata hidnan yang berarti lambung. Seperti ungkapan hadhana ath-thaairu baidhahu, burung mengempit telur di bawah sayapnya, seperti halnya seorang wanita (ibu) mengepit anaknya. Jenis penelitian yang dipilih untuk penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu jenik penelitian yang menggunakan buku-buku perpustakaan dan peneliti terlibat langsung dengan berbagai jenis literatur tergantung tujuan dan masalah yang dihadapi dalam memvalidasi data. Dari hasil analisis studi kasus ini, disimpulkan bahwa ditemukan ketidaksesuaian antara alasan Penggugat mengajukan tuntutan dengan fakta-fakta yang ada di persidangan. Baik dari alat bukti tertulis maupun dari keterangan saksi-saksi, anak bernama Wan Arrizki Rahman terawat dengan baik dibawah asuhan Tergugat selaku ayah kandungnya. Dalam memutuskan perkara ini, Majelis Hakim lebih mengutamakan ketentuan Pasal 2 huruf (b) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan anak, yaitu untuk hal yang terbaik bagi anak diatas Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, yaitu memberikan hak asuh anak yang belum mumayyiz kepada ibu kandungnya. Sehingga dalam hal ini Majelis Hakim menolak sepenuhnya tuntutan Penggugat, namun Majelis Hakim juga tidak memberikan hak asuh anak tersebut kepada Tergugat dikarenakan Tergugat tidak meminta penetapan hak asuh anak dalam eksepsinya