Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Kesusilaan Melalui Media Sosial Di Polda Riau
DOI:
https://doi.org/10.57113/jaz.v3i1.263Keywords:
Penegakan tindak pidana kesusilaan, media sosial, informasi transaksi elektronikAbstract
Kemajuan ilmu teknologi informasi dan komunikasi telah melahirkan berbagai dampak, karena di satu sisi memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan dan peradaban manusia, namun di sisi lain menjadi sarana efektif untuk melakukan perbuatan melanggar hukum. Kejahatan media sosial kerap sekali terjadi dan sudah tidak menjadi hal yang tabu lagi. Salah satunya pelecehan seksual yang terjadi di media sosial yang merupakan suatu tindak pidana kesusilaan. Untuk melakukan penyelesaiannya tindak pidana kesusilaan melalui media sosial harus melalui digital forensic pada proses penyidikan, kurangannya penegak hukum dalam hal ini tidak semua penyidik yang menguasai bidang ITE. Dan dalam proses penyelesaianya untuk mendapatkan alat bukti yang sah butuh waktu yang cukup lama melewati batas ketentuan pasal 24 ayat (1) KUHAP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penegakan tindak pidana kesusilaan melalui media sosial di Kepolisian Daerah Riau dan apa faktor kendala dalamĀ penegakan tindak pidana kesusialaan melalui media sosial di Kepolisian Daerah Riau. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum sosiologis yang mengacu pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum yang terdapat dalam Undang-undang serta data langsung dari Polda Riau. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penegakan tindak pidana kesusilaan melalui media sosial di Polda Riau, sudah 90% dalam penggungkapan kasus tindak pidana kesusilaan melalui media sosial, polisi melakukan penegakan hukum dengan melakukan penyidikan dan penyelidikan dalam menggungkapkan kasus tindak pidana kesusilaan melalui media sosial. Adapun faktor kendala dalam penegakan tindak pidana kesusilaan melalui media sosial di Polda Riau yakni kurangnya fasilitas sarana dan prasarana yang memadai, kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas yang lebih memahami mengenai Ilmu Teknologi dan Komunikasi atau kurangnya tenaga ahli yang memahami cybercrime.