Hukum Jual Beli Makanan dalam Kemasan Menurut Fiqih Muamalah

Authors

  • Nur Hadida Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai

DOI:

https://doi.org/10.57113/jaz.v3i1.137

Keywords:

Jual Beli Makanan, Kemasan, Fiqh Muamalah

Abstract

makanan kaleng. Makanan kaleng identik dengan ikan atau biasa disebut sarden, namun tak hanya sarden, makanan kaleng juga dapat berisi sayuran, buah, jelly, dan banyak lagi. Begitupun minuman kaleng, ada minuman cincau, jus buah-buahan, jus sayuran, susu kedelai dan lain-lain yang dikemas  dalam kemasan kaleng. Selain menghemat waktu penyajian, makanan dan minuman kaleng sangat mudah kita dapatkan. Jenis penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang mengambil sumber data dari buku-buku perpustakaan (library research). Secara definitif, library research adalah penelitian yang dilakukan di perpustakaan dan peneliti berhadapan dengan berbagai macam literatur sesuai tujuan dan masalah yang sedang dipertanyakan. Sedangkan deskriptif adalah menggambarkan apa adanya suatu tema yang akan dipaparkan. Praktik jual beli makanan dalam kemasan jika dilihat dari pandangan Fiqih Muamalah adalah kembali kepada hukum asalnya yaitu boleh (mubah). Kebolehan ini berlaku sepanjang diketahui dengan pasti kehalalan bahan atau komposisi pembuatan makanan tersebut, proses pengolahannya dilakukan dengan cara yang halal, serta telah mendapatkan izin edar dari BPOM serta labelisasi ‘HALAL’ yang dikeluarkan oleh MUI. Sehingga hukum ‘mubah’ ini dapat berubah menjadi ‘makruh’ atau bahkan ‘haram’ manakala berubah salah satunya, misalnya ada indikasi penggunaan barang yang haram atau proses pengolahannya yang bercampur antara bahan yang halal dan haram. Dan jika suatu produk makanan dalam kemasan beredar tanpa izin edar dari BPOM dan atau tanpa label ‘halal’ dari MUI maka dapat dihukumi makruh untuk diperjualbelikan karena berarti belum ada pengawasan dari pemerintah terhadap produk tersebut.

Downloads

Published

2022-04-07